SEMAR KI LURAH BODRONOYO
KALIGRAFI SEMAR
Semar berpengawak Sastra Dentawyajana
Gambar Semar (gambar 1)
Yang dibuat dengan aksara Jawa ini sangat terkenal. Di dalamnya termuat ke-20 aksara Jawa yang disusun dalam empat baris kalimat. Keempat baris kalimat itu berisi filsafat ha-na-ca-ra-ka yang khas dengan kandungan ilmu kejawen tentang asal dan tujuan manusia (sangkan-paraning dumadi).
Untuk mempermudah pembacaan keempat baris kalimat itu - sesuai dengan urutan ha-na-ca-ra-ka, saya akan bantu dengan pewarnaan pada karakter-karakter yang membentuk tubuh Semar ini. Perhatikan gambar:
(Gambar 2)
ha - na - ca - ra - ka
Aksara Jawa yang diberi warna biru berbunyi hananing cipta rasa karsa. Aksara ha dan na ada dalam kata hananing, karakter ca ada dalam kata cipta, karakter ra terdapat dalam kata rasa, dan karakter ka ada dalam kata karsa. Aksara ha mulai dari hidung ke atas membentuk Kuncung atau jambul Semar. Karakter na terletak tepat di bawah aksara ha. Kemudian ning (karakter na yang mendapat sandhangan wulu dan cecak), membentuk kepala Semar. Cipta (karakter ca mendapat sandhangan wulu, karakter pa yang diikuti pasangan ta), membentuk tengkuk dan lengan kanan Semar. Karsa (karakter ka mendapat sandhangan layar, sa nglegena / tanpa imbuhan apapun) membentuk bibir dan mulut Semar.
Hananing cipta rasa karsa mengandung makna, bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya sudah dilengkapi secara kodrati dengan daya cipta, rasa, dan karsa untuk mencapai tujuan hidupnya.
(Gambar 3)
da - ta - sa - wa - la
Aksara Jawa yang diberi warna biru berbunyi datan salah wahyaning lampah. Karakter da nglegena tertulis pada dagu Semar. Sedangkan ton salah (karakter ta nglegena, karakter na diikuti pasangan sa, karakter la dirangkai dengan sandhangan wignyan). Karakter ta membentuk leher dan puting susu Semar. Karakter na dan sa membentuk bagian tangan kiri Semar, karakter la diikuti wignyan membentuk bagian jari, telapak tangan, dan siku Semar. Kemudian wah (karakter wa dirangkai dengan sandhangan wignyan). Tidak seperti la yang langsung diikuti wignyan, pada kata wah ini wignyan ditulis di bawah wa, bukan karena ingin menyalahi aturan penulisan, melainkan karena lebih pada fungsi estetika dan sekaligus membentuk bagian pantat Semar. Karakter ya nglegena ditulis secara vertikal membentuk jari-jari kaki Semar. Berikutnya kata ning lampah (na mendapat wulu dan cecak, la nglegena, ma diikuti pasangan pa yang dirangkai dengan wignyan) membentuk kaki Semar. Kaligrafer dengan cerdik menempatkan kata lampah (yang berarti jalan, arah) pada kaki Semar.
Datan salah wahyaning lampah, mengandung makna bahwa daya cipta, rasa, dan karsa (pada kalimat pertama tadi) diberikan supaya manusia tidak salah langkah dalam mengarungi kehidupan.
(Gambar 4)
pa - dha - ja - ya - nya
Karakter yang diberi warna biru berbunyi padhang jagadé yen nyumurupana. Bagian depan karakter pa membentuk bagian bahu kiri Semar, sedangkan bagian belakang pa bersama dhang (karakter dha diberi cecak) menjadi perhiasan bagian pinggang belakang, sekaligus menjadi lengan atas kanan Semar. Kata jagadé, karakter ja ada di bagian atas pantat Semar, karakter ga nglegena ditulis secara vertikal dengan bagian depan diperpanjang membentuk lengan bawah kanan Semar, sedangkan bagian karakter ga yang lain menjadi gelang. Disusul dengan karakter da dan pasangan da yang diberi sandhangan taling, membentuk jari-jari dan telapak tangan kanan Semar. Kata-kata Yen nyumurupana membentuk hiasan pada kain yang dikenakan Semar, terdiri dari karakter ya mendapat taling, diikuti karakter na yang dirangkai dengan pasangan nya yang diberi suku, karakter ra diberi suku, pa diikuti pasangan pa, dan terakhir karakter na nglegena.
Padhang jagadé yen nyumurupana, kalimat ketiga ini baru akan dapat dimaknai setelah dirangkai dengan kalimat keempat. Maka mari kita perhatikan gambar berikutnya:
(Gambar 5)
ma - ga - ba - tha - nga
Karakter yang diberi warna biru berbunyi marang gambaraning Bathara ngaton. Karakter ini dapat dibaca dengan mudah karena susunannya seperti menulis aksara Jawa biasa. Mudah terlihat / terbaca karena sudah ngaton (terlihat).
Sekarang saya akan rangkai kalimat ketiga dengan kalimat keempat, sehingga menjadi padhang jagadé yen nyumurupana marang gambaraning Bathara ngaton. Makna kalimat ini adalah manusia akan selamat ketika mau menyadari kepentingan sesama hidup lainnya (manusia dan alam semesta ciptaan Tuhan).
Filsafat asal dan tujuan manusia (sangkan paraning dumadi) yang menjadi dasar dibuatnya kaligrafi Semar di atas disusun oleh Soenarto Timoer dalam makalahnya "Meninjau Makna Ha-na-ca-ra-ka, Menguak Fakta Sangkan Paraning Dumadi" dalam Seminar Nasional Pengkajian Ha-na -ca-ra-ka pada 15-16 April 1994. Mengenai bahasan tentang filsafat sangkan paraning dumadi lebih mendalam, saya persilakan para Kompasianer menanyakannya kepada para ahli filsafat Jawa.
Semar berpengawak Sastra Dentawyajana
Gambar Semar (gambar 1)
Yang dibuat dengan aksara Jawa ini sangat terkenal. Di dalamnya termuat ke-20 aksara Jawa yang disusun dalam empat baris kalimat. Keempat baris kalimat itu berisi filsafat ha-na-ca-ra-ka yang khas dengan kandungan ilmu kejawen tentang asal dan tujuan manusia (sangkan-paraning dumadi).
Untuk mempermudah pembacaan keempat baris kalimat itu - sesuai dengan urutan ha-na-ca-ra-ka, saya akan bantu dengan pewarnaan pada karakter-karakter yang membentuk tubuh Semar ini. Perhatikan gambar:
(Gambar 2)
ha - na - ca - ra - ka
Aksara Jawa yang diberi warna biru berbunyi hananing cipta rasa karsa. Aksara ha dan na ada dalam kata hananing, karakter ca ada dalam kata cipta, karakter ra terdapat dalam kata rasa, dan karakter ka ada dalam kata karsa. Aksara ha mulai dari hidung ke atas membentuk Kuncung atau jambul Semar. Karakter na terletak tepat di bawah aksara ha. Kemudian ning (karakter na yang mendapat sandhangan wulu dan cecak), membentuk kepala Semar. Cipta (karakter ca mendapat sandhangan wulu, karakter pa yang diikuti pasangan ta), membentuk tengkuk dan lengan kanan Semar. Karsa (karakter ka mendapat sandhangan layar, sa nglegena / tanpa imbuhan apapun) membentuk bibir dan mulut Semar.
Hananing cipta rasa karsa mengandung makna, bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya sudah dilengkapi secara kodrati dengan daya cipta, rasa, dan karsa untuk mencapai tujuan hidupnya.
(Gambar 3)
da - ta - sa - wa - la
Aksara Jawa yang diberi warna biru berbunyi datan salah wahyaning lampah. Karakter da nglegena tertulis pada dagu Semar. Sedangkan ton salah (karakter ta nglegena, karakter na diikuti pasangan sa, karakter la dirangkai dengan sandhangan wignyan). Karakter ta membentuk leher dan puting susu Semar. Karakter na dan sa membentuk bagian tangan kiri Semar, karakter la diikuti wignyan membentuk bagian jari, telapak tangan, dan siku Semar. Kemudian wah (karakter wa dirangkai dengan sandhangan wignyan). Tidak seperti la yang langsung diikuti wignyan, pada kata wah ini wignyan ditulis di bawah wa, bukan karena ingin menyalahi aturan penulisan, melainkan karena lebih pada fungsi estetika dan sekaligus membentuk bagian pantat Semar. Karakter ya nglegena ditulis secara vertikal membentuk jari-jari kaki Semar. Berikutnya kata ning lampah (na mendapat wulu dan cecak, la nglegena, ma diikuti pasangan pa yang dirangkai dengan wignyan) membentuk kaki Semar. Kaligrafer dengan cerdik menempatkan kata lampah (yang berarti jalan, arah) pada kaki Semar.
Datan salah wahyaning lampah, mengandung makna bahwa daya cipta, rasa, dan karsa (pada kalimat pertama tadi) diberikan supaya manusia tidak salah langkah dalam mengarungi kehidupan.
(Gambar 4)
pa - dha - ja - ya - nya
Karakter yang diberi warna biru berbunyi padhang jagadé yen nyumurupana. Bagian depan karakter pa membentuk bagian bahu kiri Semar, sedangkan bagian belakang pa bersama dhang (karakter dha diberi cecak) menjadi perhiasan bagian pinggang belakang, sekaligus menjadi lengan atas kanan Semar. Kata jagadé, karakter ja ada di bagian atas pantat Semar, karakter ga nglegena ditulis secara vertikal dengan bagian depan diperpanjang membentuk lengan bawah kanan Semar, sedangkan bagian karakter ga yang lain menjadi gelang. Disusul dengan karakter da dan pasangan da yang diberi sandhangan taling, membentuk jari-jari dan telapak tangan kanan Semar. Kata-kata Yen nyumurupana membentuk hiasan pada kain yang dikenakan Semar, terdiri dari karakter ya mendapat taling, diikuti karakter na yang dirangkai dengan pasangan nya yang diberi suku, karakter ra diberi suku, pa diikuti pasangan pa, dan terakhir karakter na nglegena.
Padhang jagadé yen nyumurupana, kalimat ketiga ini baru akan dapat dimaknai setelah dirangkai dengan kalimat keempat. Maka mari kita perhatikan gambar berikutnya:
(Gambar 5)
ma - ga - ba - tha - nga
Karakter yang diberi warna biru berbunyi marang gambaraning Bathara ngaton. Karakter ini dapat dibaca dengan mudah karena susunannya seperti menulis aksara Jawa biasa. Mudah terlihat / terbaca karena sudah ngaton (terlihat).
Sekarang saya akan rangkai kalimat ketiga dengan kalimat keempat, sehingga menjadi padhang jagadé yen nyumurupana marang gambaraning Bathara ngaton. Makna kalimat ini adalah manusia akan selamat ketika mau menyadari kepentingan sesama hidup lainnya (manusia dan alam semesta ciptaan Tuhan).
Filsafat asal dan tujuan manusia (sangkan paraning dumadi) yang menjadi dasar dibuatnya kaligrafi Semar di atas disusun oleh Soenarto Timoer dalam makalahnya "Meninjau Makna Ha-na-ca-ra-ka, Menguak Fakta Sangkan Paraning Dumadi" dalam Seminar Nasional Pengkajian Ha-na -ca-ra-ka pada 15-16 April 1994. Mengenai bahasan tentang filsafat sangkan paraning dumadi lebih mendalam, saya persilakan para Kompasianer menanyakannya kepada para ahli filsafat Jawa.
Komentar
Posting Komentar